13 April 2010

DEBAT: Roma Capolista Hingga Akhir Musim? Persaingan merebut Scudetto semakin seru.


Luar biasa, fantastis dan segudang puja-puji lainnya pantas disematkan pada AS Roma setelah tim itu mampu merebut Capolista -sebutan pemuncak klasemen Serie A Italia- untuk yang pertamakali musim ini dari tangan Inter.

Bagaimana tidak, AS Roma memulai musim dengan cibiran dari sana-sini termasuk pendukung Giallorossi mencerca penampilan tim kesayangan mereka yang saat itu masih ditangani oleh pelatih berkepala plontos Luciano Spalletti. Tidak berhenti di sana, kepemimpinan presiden Il Lupi, Rosella Sensi yang dinilai kurang sensitif terhadap kebutuhan tim tak lepas dari sorotan tajam.

Kondisi tersebut sontak membuat Roma jauh dari sebutan kandidat kuat juara. Satu-satunya hal yang dapat membuat para pendukung tersenyum saat itu hanyalah keterpurukan yang dialami oleh tim sekota, Lazio.

Dua kekalahan beruntun di awal musim membuat Spaletti dipecat dan sebagai gantinya datanglah arsitek baru Claudio Ranieri yang diketahui sebagai pendukung sejati AS Roma semenjak kecil sekaligus mantan pemain belakang tim tersebut. Bersama Roma, Ranieri tidak langsung menuai hasil memuaskan karena beragam faktor, salah satunya adalah cedera yang kerap mendera ikon Roma Francesco Totti.

Namun, lambat laun Roma bertransformasi dari sebuah tim yang tak terlihat menjadi sebuah armada yang mampu mencuri pusat perhatian, hal ini semakin nyata ke permukaan ketika tandem Totti di Piala Dunia 2006 Luca Toni merapat ke ibukota. Racikan Ranieri semakin merasuki Roma. Kemenangan demi kemenangan di bawah panduan Ranieri menjadikan Roma yang dulunya dianggap tidak memiliki materi pemain juara menjadi kandidat kuat Scudetto, mereka dengan setia menguntit Inter hingga pada akhirnya di pekan 33 untuk pertamakalinya musim ini, Roma menjadi Capolista.

Hal terbalik terjadi pada rival terkuat Roma saat ini, Inter. I Nerazzurri tampil perkasa hingga pertengahan musim. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, Inter sukses menjadi penguasa di papan atas Serie A. Kepergian Zlatan Ibrahimovic ke Barcelona memang sempat membuat Inter goyah, apalagi Samuel Eto'o kala itu tak kunjung memperlihatkan tajinya namun tak lama kemudian, sosok Diego Milito yang musim sebelumnya bersinar bersama Genoa mampu menjawab keraguan.

Kedatangan Wesley Sneijder yang dibuang Real Madrid menjadikan kekuatan Inter semakin sempurna. Kerinduan Interisti akan sosok playmaker tangguh, pintar mengatur serangan dan berbahaya dalam melakukan tendangan jarak jauh atau tendangan bola mati mampu dipenuhi oleh bintang asal Belanda tersebut. Tak pelak, dominasi Inter di Serie A semakin kuat mencengkram.

Namun ada hal lain yang hampir luput dari perhatian. Kehebatan Sneijder merupakan kelemahan Inter. Tanpa kehadiran Sneijder Inter kerap mendulang hasil yang kurang memuaskan. Belum lagi kesibukan Inter di tiga kompetisi sekaligus; Serie A, Coppa Italia dan Liga Champions membuat konsentrasi dan kondisi fisik La Beneamata lambat laun terpecah dan tergerus. Tekanan secara mental maupun fisik yang terus mendera membuat skuadra Inter kepayahan.

Inter memang tampil perkasa di Liga Champions, mereka sukses menanggalkan imej jawara domestik dengan melaju ke babak empat besar dengan menyingkirkan raksasa Liga Primer Inggris, Chelsea dan lolos dari hadangan tim yang mengandalkan kolektifitas tinggi, CSKA Moskwa. Akan tetapi, penampilan memukau Inter di kancah tertinggi antar klub Eropa itu harus dibayar mahal di kompetisi domestik. Penampilan Inter mulai tak stabil di pertengahan musim. Serentetan hasil negatif membuat rival mereka seperti Roma dan Milan kian mendekat hingga pada akhirnya mimpi buruk Interisti menjadi kenyataan, tim kesayangan mereka Inter harus merelakan status Capolista jatuh ke tangan Roma.

Dengan satu poin yang membedakan jarak antara Roma dan Inter dengan lima laga tersisa, perebutan Scudetto berubah menjadi hidup dan lebih seru. Bagaimana peluang kedua tim meraih Scudetto?

Secara fisik, Roma tentu akan lebih bugar. Konsentrasi mereka hanya terbagi pada ajang domestik yaitu liga dan coppa. Rasa kepercayaan diri mereka pun tengah meningkat. Permainan cantik menyerang yang kerap diperagakan semakin padu. Dukungan suporter setia yang belakangan selalu dipuji Ranieri menjadi keuntungan tambahan lainnya.

Lima tim sisa yang akan menjadi lawan Roma di penghujung kompetisi adalah Lazio, Sampdoria, Parma, Cagliari dan Chievo. Banyak pihak menilai kemampuan mereka tidak akan terlalu menyulitkan Roma. Hanya Lazio yang berpeluang menjadi batu sandungan terbesar.

Pernyataan-pernyataan Lazio belakangan ini seakan menegaskan kesiapan menjadi pengganjal pesta pora Roma. Mereka tentu tidak akan bisa tidur nyenyak kala tetangga mereka berpesta hingga larut malam. Hal seperti ini yang ingin dihindari Lazio. Bagaimana dengan tim lainnya? Di atas kertas Roma tidak akan mengalami kesulitan berarti untuk meraup angka penuh. Namun, masih ada faktor non-teknis lainnya yang mungkin sedikit mengganggu fans Roma yaitu sebuah fakta jika juru taktik kesayangan mereka Claudio Ranieri tidak pernah meraih gelar juara liga di sepanjang karirnya sebagai pelatih.

Sementara itu Inter dari segi skuad tetaplah La Grande Inter. Apa yang kurang dari Il Biscione? Tim ini dihuni oleh pemain papan atas di semua lini. Tidak berhenti di situ, Inter diarsiteki oleh salah satu pelatih paling jempolan saat ini, Jose Mourinho. Kemampuan finansial seolah menjamin segala ambisi pemilik klub. Namun seperti yang disebutkan sebelumnya, jadwal padat Inter menjadi kendala paling besar karena akan memengaruhi kondisi fisik dan konsentrasi para pemain. Dalam hal ini. The Special One harus pintar melakukan rotasi di saat tepat untuk menjaga peluang mempertahankan gelar juara.

Rintangan lainnya yang tak terbilang ringan adalah Inter harus menghadapi lawan yang relatif lebih berat di sisa kompetisi yaitu Juventus, Atalanta, Lazio, Chievo dan Siena. Meski Juventus tengah terpuruk, sejarah panjang perseteruan kedua tim membuat raksasa Turin itu dipastikan tidak mau menghilangkan kesempatan menggagalkan pesta seteru abadi mereka begitu saja.

Hal yang sama berlaku bagi Lazio, meski Laziale enggan melihat Romanista berpesta, mereka tidak mau mengalah begitu saja apalagi sejarah pernah mencatat Lazio pernah menjadi pengganjal Inter merengkuh Scudetto di pekan terakhir pada musim kompetisi 2001/02. Akankah sejarah terulang? Akan cukup menarik untuk dinantikan persaingan antara kedua tim ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar